Wednesday, May 22, 2013

Lomba Penulisan Opini tk. Mahasiswa Se-Bali: Sebuah Refleksi




Saya memperoleh pengalaman yang sangat berharga sekali saat mengikuti babak final LombaPenulisan Opini tk. Mahasiswa Se-Bali yang diadakan oleh UKM Persma VISIUndiksha. Selain mendapatkan juara III; Yay!!!, saya juga belajar banyak saat itu.
Setelah mendapat pengumuman bahwa saya lolos 8 besar sebagai salah satu finalis dihari-hari sebelumnya, saya memantapkan langkah saya memasuki Aula Teater Kampus Bawah Undiksha untuk mengikuti babak presentasi pada hari Minggu 19 Mei 2013.
Setelah melalui acara pembukaan, babak presentasipun di mulai. Semua finalis di panggil panitia untuk mengambil undian nomor urut presentasi. Dengan berdebar saya mendapat nomor urut 7. Nomor yang sangat membuat jantung saya berdebar-debar. Disatu sisi, saya mendapat banyak waktu untuk mempersiapkan mental saya. Disisi yang lainnya, saya semakin berdebar melihat penampilan para teman-teman peserta yang sangat bagus.
Setelah mendapat nomor urut presentasi masing-samping, babak presentasipun di mulai. Secara bergilir peserta maju kedepan mempresentasikan tulisan opini yang di buat. Setelah presentasi, juripun berkesempatan mengomentari sekaligus bertanya. Jujur mendengar komentar juri, saya pun semakin gugup. Hingga tiba pada giliran saya, setelah peserta dari STIKES Majapahit Singaraja & sebelum peserta dari Universitas Udayana, saya dengan kemampuan terbaik saya membawakan opini saya yang berjudul "Kearifan Lokal dalam Semangat Kebangkitan Lokal Abad XXI". Setelah presentasi beberapa kometar dan pertanyaan yang saya ingat dari dewan juri:
- Apa yang saya presentasikan sebenarnya bisa menjadi sebuah opini. Tetapi itu tidak disampaikan dengan bagus di tulisan saya. Saya disarankan merekam apa yang ingin saya tulis karena menulis tidak segampang berbicara.
- Sebenarnya tulisan saya logis, tapi ide saya bukan ide yang bagus. Dan di sampaikan secara standar juga di dalam tulisan.
- Saya disarankan memilih diksi yang lebih tepat antara rekonstruksi atau kata yang lain. Dan beberapa pertanyaan lagi.
Sebenarnya apa yang disampaikan oleh dewan juri juga saya rasakan sebelum menulis opini saya. Tapi jujur kreatifitas dan daya nalar saya sangat kurang. Jadi karena keinginan untuk belajar yang kuat sayapun memutuskan untuk ikut perlombaan.
Setelah semua peserta selesai mempresentasikan opinya, dan setelah makan siang, juri pun mengumumkan juaranya. Dan saya sangat terkejut mendapat juara III. Perasaan saya sangat senang. Sebab ini akan sangat berguna sekali membantu memotivasi saya untuk kedepannya.
Sebelum mengumkan para juara, salah satu perwakilan juri mengatakan bahwa tulisan-tulisan kami bukan karya terbaik. Karya-karya kami belum mampu untuk menyakinkan pihak surat kabar untuk diterbitkan. Beliau juga meyarankan kita untuk menulis bukan hanya untuk mengikuti perlombaan seperti ini. Tetapi menulislah setiap hari jika kita ingin menjadi penulis.

Beberapa refleksi yang bisa saya lakukan adalah:
1. Saya tidak boleh takut akan keterbatasan kapasitas otak yang saya miliki. Tapi saya harus lebih banyak berlatih. Seperti yang dikatakan oleh Thomas A. Edison bahwa kesuksesan adalah 10% kejeniusan dan 90% usaha keras.
2. Saya tidak boleh menulis hanya untuk mengikuti lomba saja. Tapi saya juga harus rajin menulis setiap hari.
3. Mengikuti acara-acara seperti ini sangat membantu meningkatkan pengetahuan dan pengalaman saya.

Friday, May 17, 2013

Tidak Ada Hal Baik Yang Terlambat

Malam rabu kemarin saya mendapatkan sebuah SMS yang sangat mendebarkan – pemgumuman 8finalis Lomba Penulisan Opini dari UKM Persma VISI Undiksha. Seketika saya jadi penasaran sekali apakah saya termasuk dalam daftar itu atau tidak. Kegusaran saya menjadi-jadi saat mengingat ketiadaan koneksi internet di rumah – ya, paket internet saya habis kira-kira 5 hari sebelumnya. Saya pun berusaha mencarinya di Facebook, kebetulan HP saya cuma bisa buka Facebook dan Twitter; maklum paket Gaul BB hahaha. 

Beberapa kali refresh pagefan Persma VISI, tidak juga terlihat pengumumannya. Setelah saya tinggal beberapa menit, link pengumuman akhirnya di posting admin. Lagi, saya harus menahan rasa penasaran saya karena itu Cuma link ke halaman web Persma VISI.

Merasa menyerah, saya pun pasrah. Mungkin saya tidak termasuk delapan finalis itu. Saya saat itu tidaklah kecewa, jujur. Karena niat awal saya mengikuti lomba ini adalah untuk mencari pengalaman, sekaligus pembuktian diri kepada diri sendiri yang menyatakan bahwa saya suka menulis. Juga, ini kali pertama saya ikut lomba seperti ini selama saya kuliah. Jadi tidak ada ekspektasi lebih.

Beberapa menit berselancar di Facebook, saya lihat ada notifikasi pesan masuk. Seorang teman baik saya, Pasek, mengabari saya bahwa saya menjadi salah satu finalis bersama Rere, teman baik saya yang lainnya di satu jurusan. Saya yang tidak percaya berusaha menanyakan lagi ke Pasek bahwa dia tidak bercanda. Dan memang betul, saya lolos. Saya menjadi salah satu delapan finalis. Hehehe.

Bukan lolosnya saya menjadi finalis, atau ingin membanggakan diri yang ingin saya tunjukkan di sini. Saya cuma ingin menunjukkan bawah TIDAK ADA HAL BAIK YANG TERLAMBAT. Di saat sibuk dengan skripsi, saya juga ingin menunjukkan bahwa saya masih bisa melakukan hal yang lain yang baik juga. Mungkin teman-teman juga melakukan hal-hal yang baik yang lain juga. Target saya tidak menjadi juara, tapi melakukan hal positif yang saya sukai. Wish me luck! 

Tuesday, May 14, 2013

BALI EMERGING WRITERS FESTIVAL 2013

The Education of Laura Jean

Writing is the way to help me record and remember the world”- said Laura Jean in Bali Emerging Writers Festival 2013 (#BEWF13), road show to Singaraja on the 12 of April in Auditorium SMA Lab Singaraja.






It was the second day of #BEWF13 in Singaraja. I missed the first day because of the business I had. I went there at the minutes past ten, so I thought I was late for the event. But, when I arrived, it hadn’t been started yet. After registering myself, I took a snack and had a seat. I saw a foreigner, who I guessed as the main speaker Laura Jean McKay and I wasn’t wrong, sitting and talking with my lecturer, Ibu Sonia.

At first, I was really shy to be there. Having no art related talent, I was surrounding by people who have and like it. I just kept my head down and shut my mouth up. But it changed when the event started. I felt better while hoping I could learn from these people about art.

At about 10.30, the event started. Ibu Sonia as the moderator accompanying Laura Jean sat down in the couch in front of the audiences. The event was organized into two: talk and discussion with Laura, and workshop about “character in prose”. Ibu Sonia facilitated the medium of the two sessions, since not all the participants master English.

In the talk and discussion, Ibu Sonia and also the audiences asked the several questions about Laura’s experience in writing such as her current work: Holiday in Cambodia, about memoir, how to find ideas, and so forth.

Here are the tweets about the talk and discussion:









Before beginning the workshop session, Laura asked several audiences to say their name as well as the meaning goes with it. It was done to show that every person has their own story since they were born.

Afterwards, she taught us about character sketch. She invited us to give our opinion about what character sketch is. Some of the audiences, including me, participated in that discussion.

Then, she showed us a picture of a woman. We had to decide her character. In the end, the character was named Raisa, an old woman who lived alone in the hill. She told us that from the character we could write a story.  So, we were also asked to decide her character when she was young. The audiences agreed that young Raisa was beautiful, and she was a dancer.

After deciding the character of the woman when she was young and old, we were asked to decide how Raisa could change from a young beautiful dancer into and old lonely woman. Then we got a story from a character.

She did another similar activity; to guess the character, but now she showed us through her performance. She read a monolog and performed it. Now, we should guess the character she was playing.

After that, we got some exercise. We had to think of a character then we were asked to walk around the hall as if we were the character. Then, we were asked to write a letter, describing ourselves, to a person we love that have forgotten us.

In the end of the session, Ibu Sonia and some of the youth from Komunitas Mahima sang a musical poetry to close the event.

Update (28/5):
I just found the video created by the committe, and here it is:


Thursday, May 02, 2013

Si Mambang Kuning



Memandang si mambang kuning
Cerah hati jelas kentara
Angin sore bingkis luka
Bawa pedih tak kembali

Bersama mengikar janji
Puja harap malam berbintang
Lahirkan pagi penuh cinta
Tuk k'mbali bersua si mambang kuning

Arik Budiarsana  (Sangsit, 25 April 2013)